Inah – 1

Inah sudah besar sekarang. Seharusnya dia sudah siap menjalani kehidupan yang lebih menantang, itu kata orang-orang kepadanya. namun sebenernya, bukankah sepanjang hidup Inah saja sudah harus dilalui dengan penuh tantangan? Lalu apa tantangan yang lebih menantang itu?

Suatu ketika di saat matahari sudah mulai turun, Inah merenung di balik jendela yang berselimut debu. Ia bingung, dia bertanya-tanya didalam hati tentanng tantangan apa yang harus ia hadapi selanjutnya. Ternyata perkataan orang-orang itu membekas dibenaknya, melayang-layang mengelilingi ubun-ubunnya yang masih hangat dengan kumpulan teori-teori yang tak tahu harus diapakan.

Sinar oranye yang terpantul dari kaca jendela ke mata inah membuat Inah terperanjat dari lamunannya yang benar-benar kosong. Inah masih belum bisa menemukan jawaban dari renungannya yang berubah menjadi lamunan itu. Namun ada satu kata yang menjadi paradoks bagi semua yang direnungkan oleh inah, ambisi.

Ambisi seakan musuh kecil bagi Inah, bukan kecil dalam skala ukuran melainkan memiliki arti bahwa ambisi adalah musuh Inah sejak kecil. derita sepanjang usia membuat Inah tidak mau berambisi. Sebenarnya bukan tidak mau berambisi, melainkan ambisinya sudah dipakai habis untuk kelangsungan hidupnya. Inah sudah lelah bergelut dengan ambisi yang tak kunjung berkawan dengannya. Ambisinya tak pernah sejalan dengan kenyataan yang dialami. Inah sudah terbiasa dibuat kecewa oleh ambisi-ambisinya sepanjang waktu.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s