Dengan polos adik gajah bertanya kepada kakaknya pada saat mereka melihat tumpukan gading “Kak, itu pohon apa?”. Lalu kakaknya menjawab dengan penuh rasa pilu “itu bukan pohon dik, itu adalah masa depanmu”.
Mendengarkan jawaban dari kakaknya pikiran adik gajah menjadi penuh dengan rasa kebingungan. Selama hidupnya Adik gajah belum pernah melihat kawananya yang memiliki gading, termasuk kakaknya.
Kakak gajah telah mengalami pegalaman pahit beberapa tahun yang lalu. Kala itu dia adalah seekor gajah muda yang baru memiiki gading beberapa belas sentimeter. Dia dan kawanannya diserbu oleh pemburu ilegal. Para pemburu itu mengincar gading yang dimiliki oleh para gajah. Dengan penuh kekejaman dan naungan dari kekuasaan rasa serakah, tanpa ampun mereka membunuh para gajah dan mencabuti gading mereka dengan keji. Semakin para gajah melawan semakin kejam pula perlakuan dari para pemburu tersebut kepada sang gajah yang tak memilki dosa. Kakak gajah yang kala itu masih muda hanya pasrah dan tak melakukan perlawanan apapun ketika gadingnya dipotong oleh para pemburu, sehingga kala itu dia tidak terbunuh.
Gajah tidak pernah lupa . Hal inilah yang melatar belakangi jawaban kakak atas pertanyaan adiknya. Kakak gajah seakan tahu bahwa setiap gajah akan mati dan kehilangan gadingnya pada saat dewasa nanti. Dia pesimis bahwa dia, adik nya dan gajah-gajah lainnya bisa akan pernah melihat dan memilki gading nan indah di tubuhnya. –yosea-
Mas Yosea, saya suka nih karya yang menggugah kesadaran akan lingkungan hidup seperti ini. Kebetulan saya ada foto gajah yang rasanya cukup memvisualisasikan karya mas. Saya sudah email. silakan dicek.
Sudah saya balas mas. Terimakasih