Anicca
Hari ke 3 kursus aku dipanggil oleh asisten guru. Beliau melihat ada yang tidak beres dengan punggungku dan lekas menawarkanku untuk menggunakan sandaran agar aku bisa lebih nyaman saat bermeditasi. Namun aku menolaknya, aku ingin terus mencoba dan aku masih percaya bahwa sebentar lagi rasa sakit dan pegal akan segera mereda karena tubuhku akan segera beradaptasi.
Meditasiku memang terganggu kala itu karena perubahan posisi yang sering kali aku lakukan, dan benar punggungku lah yang memaksa aku melakukannya. Rasa nyeri seakan menarik-narik seluruh ragaku agar aku berpindah dari satu posisi ke posisi yang lainnya, dan tanpa waktu lama aku sudah berpindah posisi. Dalam perpindahan tersebut aku membuka mata dan sedikit mengamati sekitarku (meditator lainnya), mereka semua diam bagai patung yang tak bergerak sedikitpun. Mentalku turun setelah melihatnya. Aku juga melihat meditator lain yang menggunakan sandaran dalam meditasinya, “sungguh nikmat, kenapa tak kuterima asja tawaran tadi?” kataku dalam hati. Perasaan menyesal pun muncul di kepala ini. Namun rasa sesal itu aku jadikan motivasi, aku harus bisa menunjukan kepada diriku sendiri bahwa aku kuat melawan rasa sakit ini.
Hari ketiga berlalu, dan aku masih berkutat dengan rasa nyeriku. Namun tak apa, aku masih bertekad untuk menyelesaikan kursus ini. Aku telah mengambil keputusan berarti aku siap menghadapi resikonya. Malamnya kami diajarkan teknik vipassana, teknik mengamati seluruh bagian tubuh.
Pada tahap awal kami semua diperintahkan untuk mengamati seluruh bagian tubuh kami di mulai dari ubun-ubun sampai ke ujung kaki, mengamati perbagian satu persatu (kurang lebih setiap 1-3 inchi). Masih sama dengan teknik anapana, kami hanya mengamati sensasi ditubuh ini tanpa memberikan kesan tertentu. Kami tidak boleh benci maupun suka terhadap sensasi-sensasi tertentu, hanya mengamati. Rasa benci maupun suka hanya akan menumbuhkan kesengsaraan bagi kita. Karena semua yang ada di semesta ini termasuk sensasi tersebut adalah Anicca. Tidak ada yang kekal, semuanya akan berubah entah itu cepat maupun lambat.
Aku merenungkan kata Anicca cukup lama. Dipikir-pikir benar juga, segala yang tumbuh lambat laun akan stagnan, segala yang bergerak lambat laun akan berhenti dan segala yang hidup lambat laun akan mati. Tidak ada yang abadi. Mungkin kita bisa mengulur waktu tapi perubahan itu pasti akan terjadi. Tidak ada yang bisa mencegah perubahan.
Kami para meditator mulai melakukan vipassana di hari ke-4. Seperti yang aku bilang sebelumnya sangat sulit untuk melakukan vipassana apabila belum berlatih anapana, ini menurut pandangan pribadiku. Awal-awal mencoba, untuk fokus di satu titik (aku sekitar 3 inchi) bagian tubuh saja sangat sulit, baru sebentar merasakan dan mengamati sensasi dititik tersebut sensasi-sensasi yang kuat (sangat mudah untuk dirasakan seperti kesemutan, gatal, pegal dll) bermunculan dan membuat pikiran ini menjadi tidak fokus terhadap titik yang sedang diamati.
Disini kami sedang mencoba untuk mengendalikan pikiran. Menjadi tuan bagi pikiran kita sendiri. Faktanya dalam kondisi sadar maupun tidak sadar pikiran cenderung akan merespon terhadap sensasi-sensasi yang kuat/kasar di tubuh ini. Misalnya pada saat ada sensasi gatal, pikiran akan langsung merespon dan memerintah kita untuk menggaruknya, lalu dengan cepat kita akan menggaruk bagian tubuh tersebut. Saat ini kami para meditator diminta untuk tidak merespon sensasi-sensasi (kasar) tersebut, kami juga tidak boleh menjustifikasi sensasi tersebut walau sudah mengganggu pengamatan yang tengah kami lakukan. Kami tidak diperbolehkan untuk mencoba menghilangkan sensasi yang ada walaupun itu menyiksa, karena pada hukumnya cepat atau lambat sensasi itu akan berlalu. Annica. Benar saja, aku merasakan gatal disana-sini, kesemutan disana-sini, pegal di punggung dan kaki namun ketika aku terus mencoba fokus pada area yang aku amati semua sensasi-sensasi kasar tersebut lambat laun menghilang, tanpa aku lakukan apa-apa.
Tujuan dari mengamati bagian tubuh secara titik per titik adalah untuk merasakan sensasi halus yang ada ditubuh ini. Sensasi itu bisa berupa apa saja, yang aku rasakan adalah getaran, kehangatan dan aliran (seperti listrik). Ketika kita bisa merasakan sensasi-sensasi halus dalam tubuh, berarti kita sudah masuk kedalam tingkat pikiran yang paling dalam, sedangkan pada sensasi kasar kita hanya berada di permukaan pikiran.
Semuanya bertahap. Pada hari ke lima para meditator diminta untuk melakukan vipassana dengan adhitanna sebanyak 3 kali sehari dengan masing-masing durasi satu jam. Adhitanna adalah bermeditasi dengan tekad yang kuat, artinya meditator harus bertekad untuk tidak mengubah posisi meditasi selama meditasi dilangsungkan. Hal ini sangat sulit sekali dilakukan, terutama bagi aku yang baru pernah melakukan meditasi kala itu. Di hari pertama menerapkan adhitanna ini aku hanya kuat sekitar 10 sampai 20 menit saja, masih jauh dari kata satu jam.
Diluar dari prosesi adhitanna, aku merasakan suatu hal yang sangat menarik perhatianku saat meditasi ini. Aku merasakan sensasi aliran listrik di dalam otak ku. Listrik itu bergerak sangat cepat, tak tentu arahnya dan menabrak-nabrak dinding-dinding otak ku yang berliku. Aku sepenuhnya pada hari itu mengamati fenomena ini saja yang berarti aku melupakan untuk mengamati seluruh bagian tubuh. Sampai akhirnya di saat ada kesempatan berbincang dengan asisten guru aku mengatakan hal ini kepadanya. “itu adalah normal, kamu harus berusaha meninggalkan sensasi itu dan merasakan sensasi lainnya secara berurutan” ucap asisten guru. Ternyata apa yang aku lakukan adalah bentuk lain dari pengaruh kekuatan pikiranku yang tidak menginginkan aku untuk mengamati sensasi lain. Hari itu aku mulai kagum terhadap sebuahbsensasi, aku membuat sebuah justifikasi akannya dan aku mulai serakah.
Tahapan pengamatan semakin rumit itu kami diminta untuk bisa merasakan mulai sensasi di berbagai bagian tubuh secara bersamaan (simetris), merasakan sensasi dari atas kebawah dan sebaliknya, dan juga merasakan sensasi-sensasi yang ada di dalam tubuh. Alhasil yang kudapatkan adalah perbedaan dimana-mana, getaran dan gelombang. Setiap bagian baik itu simetris atau tidak, sensasi yang ada adalah tidak sama dan tidak pernah sama. Aku pribadi mengalami bahwa sensasi di bagian kiri tubuhku lebih kuat disbanding sensasi di bagian kanan. Pengamatan lainnya semakin variatif, aku mulai bisa merasakan ususku bergerak, jantung yang berdetak, darah yang mengalir dan terkadang udara yang ada di dalam tubuh ini, namun semuanya berubah dan tak pernah sama ketika aku kembali mengamati bagian tubuh itu. Anicca. Disini aku kembali menyimpulkan bahwa kita tak bisa menggenggam apapun selamanya.
Hari terus berlanjut sampai akhirnya aku berada di penghujung kursus. Secara singkat aku ceritakan bahwa aku sempat merasakan depresi padahari ke enam, aku ingin kabur dari kursus ini, aku mulai tak tahan dengan hal baru yang sedang aku jalani ini, pikiranku mengganas dan membuat aku berkhayal yang tidak-tidak hari itu. Lagi-lagi kata Anicca itulah yang kembali membawa aku mengendalikan pikiranku yang ganas, membuat dia mereda sampai akhirnya aku bisa kembali bertekad menyelesaikan kursus ini. Lalu mengenai Adhitanna, akhirnya aku bisa melakukanya selama satu jam penuh saat hari ke sembilan. Proses yang cukup panjang untu bisa sampai ke tahap ini, aku harus merelakan tubuh ini merasakan sakit pada awalnya. Namun kembali ke kata anicca, semuanya sirna, rasa sakit itu hanya sementara, pegal, gatal, kesemutan, keram semuanya sementara. Bahkan sempat aku tidak bisa merasakan tubuh ini padat, melainkan hanya gelombang saja. Berubah dan selalu berubah.
Perlu dipahami bahwa Anicca bukanlah kata mantra atau jimat atau apapun yang bisa membuat kita menjadi kuat. Anicca hanyalah sebuah kata dari bahasa Pali (India Kuno) yang memiliki arti sementara dalam bahasa Indonesia. dalam hal ini yang aku gunakan adalah pengertian dari kata itu sendiri yang memiliki arti kesementaraan atau tidak ada yang abadi. Kata ini tidak mempunyai kekuatan magis apapun, kata ini hanya mengingatkanku saja akan suatu hal yang pasti akan berubah entah membaik atau memburuk, sehingga membuatku tidak menjustifikasi suatu sensasi atau perasaan apapun.
Hari ke sepuluh. Kami para meditator di ajarkan teknik meditasi baru yaitu Metta. Berbeda dengan vipassana, meditasi ini diisi dengan sugesti. Sebelumnya pada Vipasanna kami tidak diperkenankan untuk memberikan sugeati apapun dikala melakukan meditasi. Sugesti tersebut adalah menyebarkan kebahagian. Selama meditasi kami memikirkan dan menyemogakan agar setiap mahluk yang ada baik itu besar, kecil, dekat, jauh, terlihat maupun tidak terllihat agar bahagia, dan terlepas dari kesengsaraan dan kedengkian pikiran. Di hari ini juga berdiam diri mulia (noble silence) yang telah kami jalani sejak hari pertama selesai, kami sudah boleh berinteraksi dan berbicara pada hari itu, ini bertujuan agar para meditator bisa menyeauaikan ke kehidupan normal, tidak kaget ketika harus kembali ke lingkungan hidupnya nanti.
Benar saja, awal kami diperbolehkan untuk berinteraksi membuat aku cukup shock, hari-hari yang biasanya begitu hening kini menjadi ramai dan bising, aku sempat pusing juga merasakan ini. Namun semuanya berlalu, dengan cepat aku bisa kembali beradaptasi kedalam kondisi ini. Anicca.
Sekarang sudah hampir sebulan aku menjalani kehidupan normal setelah mengikuti kursus vipassana ini. Aku bisa merasakan sedikit manfaat dari kursus ini. Dalam beberapa hal aku mulai bisa mengendalikan emosi, aku belajar untuk tidak selalu mengikuti hasrat yang datang begitu saja dan yang paling adalah aku mulai bisa mengendalikan pikiran liar walau tidak sepenuhnya. Namun dengan demikian aku bisa meminimalisir penderitaan yang akan bertambah ketika pikiran itu aku biarkan tetap liar dan menjadi tuan bagiku. Dan ini sangat berpengaruh dengan caraku bersikap dan bertindak sekarang ini.
Pembelajaran bukan hanya dari meditasi, hidup di lingkungan kursus pun menjadi sebuah pelajaran bagiku. Aku belajar bertoleransi, bertanggung jawab, mandiri dan bertekad. Hal-hal sederhana seperti ini sedikit banyak berpengaruh juga kepada diriku dalam menyikapi dunia nyata yang abstrak.
Ini hanya sekedar pengalaman pribadiku mengenai proses dari awal hingga akhir yang tidak detil kala aku menjalankan kursus vipassana. Masing-masing individu tidak akan mendapatkan hal yang sama sebagaimana apa yang aku rasakan ini. ini bukan refrensi dan jangan dijadikan refrensi bagi kalian semua dalam menjalankan vipassana
-END-
Good,, dan akhir nya pelajaran meditasi ini berguna untuk diri sendiri… arti anicca kalau dlm Buddhis tidak ada yang kekal.. yaa benar,, segala sesuatu pasti berubah..☺