2019 disebut-sebut sebagai tahun politik di Indonesia, tahun dimana kita seluruh rakyat Indonesia ber-euforia dalam Pemilihan Umum Calon Presiden beserta wakilnya. Euforia ini bukan hanya di dalam negeri, warga negara Indonesia yang tinggal dan sedang berada di luar negeri pun sama antusiasnya menyambut pemilu 2019 ini. Saya seringkali memantau teman-teman WNI yang tinggal di luar negeri melalui media sosial, tak jarang dari mereka saling mengingatkan kepada sesama perantau untuk tidak menyia-nyiakan suaranya dalam pemilu 2019 ini. Bahkan ada juga rekan saya yang sengaja merencanakan traveling ke luar negeri dan mengikuti pemilu di KBRI demi mendapatkan pengalaman unik dan manis untuk dikenang pada pemilu 2019 ini.Ini bukanlah pengalaman pertama saya ikut bersuara dalam pemilu, namun kemungkinan besar ini akan menjadi pengalaman sekali dalam seumur hidup saya untuk bisa ikut pemilu ditengah-tengah perairan Atlantis.
Pekerjaan saya sebagai pramu saji di kapal pesiar-lah yang melatar belakangi segala pengalaman ini. Kontrak berdurasi panjang membuat kami para pelaut jauh lebih lama berada di perairan luar negeri dari pada di negeri sendiri. Delapan bulan kami bekerja di atas kapal dan kembali untuk ‘berlibur’ di tanah air selama tiga sampai empat bulan saja dalam satu kontraknya. Walau dikatakan berlibur, bagi kami para pelaut kembali ke Indonesia adalah pulang, Indonesia adalah rumah kami.Pemilu Capres dan cawapres disini bukanlah kali pertama diselenggarakan diatas kapal tempat saya bekerja. Perusahaan kami pun pernah memfasilitasi para pegawainya yang mayoritas WNI untuk turut serta bersuara dalam pemilu 5 tahun lalu. Bukan hanya satu kapal saja yang di fasilitasi melainkan seluruh kapal perusahaan kami yang bernaung di bawah bendera Belanda dan Amerika serikat ini, jumlahnya belasan.
Kami di atas kapal menyelenggarakan pemilu pada tanggal 2 April 2019, 15 hari lebih awal dari di Indonesia. Pemilu sendiri dilaksanakan selama tiga jam, dimulai dari pukul 20.00 sampai 23.00 dengan jumlah DPT sebanyak 274, dan surat suara sebanyak 379 paket. Semua surat suara nantinya akan dikirimkan ke KBRI San Francisco saat kapal kami bersandar di salah satu pelabuhan Amerika Serikat. Posisi kami sendiri saat itu sesang berlabuh jauh di timur perairan negeri Paman Sam.
Tiga jam proses pemungutan suara ini adalah tiga jam yang sangat berkesan bagi kami WNI yang ada disini, segala kesibukan dan rasa lelah yang kami rasakan seusai kerja tidak menurunkan antuasiasme kami untuk berkumpul dan mengambil kesempatan untuk bisa bersuara, bahkan ada juga yang tergopoh-gopoh berlari untuk bisa mencoblos karena masih dalam jam kerja.
Panitia penyelenggara menyediakan pisang goreng bagi kami para pemilih untuk memberi kesan Indonesia di atas besi terapung ini. Tak ada debat, tak ada orasi, tak ada atribut kampanye diantara kami, sejak pra pemilu sampai pemilu dilaksanakan, yang ada hanyalah senda dan gurau yang dipermanis oleh pisang goreng saat itu. Tak peduli pendukung nomor satu ataupun nomor dua, kami semua snagat menikmati kebersamaan ini dengan berfoto sambil bangga memamerkan dukungan dan kertas suara kami. Kami di kapal yang terapung jauh dari tanah air dipersatukan oleh satu identitas yaitu Indonesia.
Ikut bersuara dalam Pemilu adalah sumbangsih saya sebagai warga negara yang sadar belum bisa berbuat banyak untuk bumi pertiwi kecuali menyumbangkan dukungan suara kepada orang yang kompeten dan bersedia dengan tulus untuk mengurus dapur rumah tangga negara ini.
Harapan kami dari laut jelas sama dengan yang di darat yakni kemajuan Indonesia. Pemilu 2019 ini sendiri menjadi sebuah penggalan cerita yang unik dan sangat membekas bagi saya pribadi.