Manusia…
Kebanyakan dari kita terobsesi kepada angka. Nominal, jarak dan waktu merupakan contoh nyata dari bentuk obsesi manusia terhadap angka. Sebenarnya apa esensi dari sebuah angka sendiri?
Sebagai contoh, bagi sebagian besar traveller ketiga kata diatas adalah obsesi terbesar dalam menyelenggarakan perjalanan. Bangga akan nominal yang seminim mungkin dikeluarkan. Bangga akan jauhnya jarak yang ditempuh dari negara asal hingga ke negara tujuan dan, bangga akan lamanya waktu yang dihabiskan selama perjalanan dilakukan. Dengan menggebu-gebu mereka akan menceritakan semua ini kepada orang-orang pada saat dia kembali ke tempat asal.
Namun sebenarnya apa arti dari semua ini? Apakah perjalanan hanya sebatas angka? Tak adakah yang bisa dibanggakan lagi kecuali ketiga hal diatas?
Bagiku sendiri yang juga bisa dimasukan kedalam kategori traveller, perjalanan merupakan refrensi untuk kehidupan, Aku banyak belajar dari perjalanan-perjalanan yang aku lakukan. Belajar menerima kehidupan apa adanya. Belajar menghargai apa yang orang lain lakukan. Belajar untuk lebih persuasif dan belajar untuk bisa senang disaat susah dan susah disaat senang. Hal inilah yang menjadi kebanggaan bagiku, bukan angka!
Bukan sentimen, aku juga megakui bahwa tak bisa dipungkiri angka jugalah yang menjadi pembatas bagi kita semua, maka wajar saja bila kita bangga saat kita mampu melawan angka-angka tersebut.
Bukan hanya traveller, hal ini berlaku umum untuk semua profesi. Contohnya adalah pengusaha, pelajar, dan profesi lainnya mereka terobsesi juga pada tiga hal ini, mungkin bukan haya profesi melainkan semua kalangan. Namun apa arti kehidupan apabila yang kita capai hanya sebatas angka?
Namun kembali aku tekankan janganlah menjadikan angka sebagai patokan dalam melakukan sesuatu, dunia ini terlalu indah untuk dibatasi oleh angka-angka yang rumit, dan angka bukanlah segalanya dalam kehidupan.